SANJAY..... :)

Selamat berkarya untuk masa depan....sukses selalu...

Selasa, 14 Desember 2010

Bisnis SMS Premium: Ketik: Siapa Rajanya

February 13, 2009
Bisnis SMS Premium: Ketik: Siapa Rajanya

ketika saya membaca ini. wah sedikit banyak  ide  yg bermunculan tapii……
coba baca dulu aja deh bagi2 artikel.
Bisnis besar ini ternyata hanya dikuasai segelintir orang. Jika dirunut ke belakang ternyata memunculkan dua nama besar: Sudwikatmono dan Hary Tanoe.
Masyarakat kini bisa makin dekat dengan bintang idolanya. Hanya mengetik REG nama idola dan mengirimkan ke nomor tertentu, mereka bisa mendapat gosip teranyar dari si selebriti. Tak mau kalah, seorang motivator kenamaan pun kini menyediakan layanan kiat menambah income yang dikirim via SMS setiap hari bagi langganannya. Inilah peluang bisnis dari industri selular dan media yang lahir berkat perkembangan TI dan komunikasi data: SMS Premium.
Sesuai dengan namanya, Premium, layanan ini lebih mahal ketimbang SMS normal yang tarifnya berkisar Rp99—350 per SMS, tergantung operator selularnya. SMS Premium meminta nominal lebih besar, Rp1.000—2.000 per SMS.
Menurut taksiran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), satu kuis yang ditayangkan di televisi bisa melibatkan 300.000 SMS. Bahkan, saat Grand Final Indonesian Idol 2006, ada 2,7 juta SMS yang masuk. Apabila setiap pesan pendek dihargai Rp2.000, malam itu pengusaha yang terlibat di bisnis ini bisa meraup pendapatan Rp5,4 miliar! Itu baru dari satu acara, satu malam saja.
Nilai itu tentu akan dibagi sesuai perjanjian antara pemilik acara, operator selular, dan perusahaan content provider. Namun, perjanjian tiga pihak itu dilakukan secara terpisah. Pemilik program acara hanya berurusan dengan content provider, sementara content provider melakukan perjanjian tersendiri dengan operator selular. Biasanya, perjanjian mencakup pembagian pendapatan dan pembagian kerja selama setahun penuh.
Menurut Ferrij Lumoring, managing director PT Indika Telemedia (Visitel), saat ini operator selular memiliki aturan baku. Kalau dulu, semua tergantung negosiasi. Ferrij mencontohkan Telkomsel yang membagi perusahaan content provider menjadi tiga kelas: gold, silver, dan basic. Dasarnya adalah besar-kecilnya pendapatan yang bisa disetor ke operator selular itu. Mereka yang mampu memberi pemasukan lebih dari Rp100 juta boleh mendapat jatah 60%, sementara operator selular memperoleh sisanya. Mereka ini termasuk kelas gold. Biasanya, perjanjian bagi hasil 50%:50%, hingga yang paling ekstrem 70%:30% untuk content provider.
Kembali ke Indonesian Idol. Jika pemegang nomor 9288—nomor pendek khusus kontes tarik suara—itu mendapat bagian 60%, maka malam itu PT Infokom Elektrindo, perusahaan content provider-nya, mendapat pemasukan Rp3,24 miliar.
Empat Angka Sakti Pemain di bisnis ini cukup beragam, tak harus bermodal besar. Mereka yang bermodal pas-pasan pun bisa asalkan mampu menyediakan sejumlah komputer canggih dan server dengan memori besar, paling tidak 4 GB, dan perangkat lunak tertentu. “Modal terpenting adalah perangkat lunak yang mampu menjawab kebutuhan traffic SMS yang sangat besar,” ungkap Joseph Lumban Gaol, CEO PT Antar Mitra Perkasa, pemilik nomor pendek 3985 dan 3928. Ia mengaku membutuhkan modal Rp8 miliar untuk memulai bisnis ini, dengan bujet terbesar untuk membeli perangkat lunak. Kini, bisnis yang dilako¬ninya sejak enam tahun silam itu sudah kembali modal. Menyitir data BRTI, ada 100-an perusahaan content provider untuk SMS Premium, baik besar maupun kecil. Namun, di luar mereka yang terdaftar di lembaga itu, ada saja yang memberikan layanan SMS Premium kepada masyarakat. “Kami hanya mengawasi, tidak berhubungan langsung dengan content provider,” tutur Heru Sutadi, anggota komite BRTI.
Tiap perusahaan content provider bisa memiliki nomor pendek (short code) lebih dari satu. Bahkan, ada perusahaan content provider yang mengantongi tujuh nomor pendek. Sebaliknya, ada sejumlah content provider yang menggunakan satu nomor untuk beramai-ramai. Itu karena urusan bagi hasil dengan operator selu¬lar, Telkomsel misalnya, mengisyaratkan perusahaan content provider yang boleh memiliki nomor sendiri harus mampu menghasilkan minimal Rp50 juta per bulan. Jika tidak, para pengusaha content provider ini harus legowo berbagi nomor pendek 6789.
Meski hanya memiliki satu nomor pendek, suatu perusahaan content provider bisa menyediakan beragam jenis layanan SMS Premium. Itu sebabnya, sebelum mengirim pesan via SMS Premium, masyarakat harus mengetik header—kata pertama yang ditempatkan sebelum jawaban kuis atau polling tertentu, misalnya AFI atau BOLA—untuk membedakan kuis yang satu dengan yang lain. Betawi.net, misalnya, meski hanya memiliki satu nomor 3636, mereka memiliki 106 jenis SMS Premium. Dari seluruh layanan itu, yang paling diminati adalah SMS kuis, ramalan bintang, tips ringan untuk wanita, dan SMS cinta.
Sementara itu, Bitnet memiliki empat nomor pendek: 6789, 2699, 7266, dan 5454. Mereka tak hanya memiliki SMS Premium untuk kuis, tetapi juga ada dongeng Kak Seto dan informasi jadwal kereta api Jabodetabek.
Visitel memilih cara konvensional. Mereka hanya membuka  nomor 3977 dan 3949. “Mau lebih juga bisa, tetapi ini bukan soal gagah-gagahan,” cetus Ferrij. Perusahaannya memilih mengoptimalkan dua nomor itu, selain membedakan SMS Premium yang masuk berdasarkan sifat. Nomor pertama ditujukan untuk pesan berbasis teks, seperti polling atau kuis, dan semua yang masuk dihargai sama: Rp2.000 per SMS. Sementara nomor kedua bersifat rich content. Visitel menyediakan layanan teks dan download video. Tarifnya pun beragam, Rp500 s/d Rp15.000 per SMS.
Temi Efendi, vice-president director PT Infokom Elektrindo, pemilik nomor pendek 6288 dan 9288, mengakui pendapatan dari SMS Premium tidak konstan dan tidak kontinu. Kadang melonjak, kadang sepi. Pasang surut SMS Premium sangat tergantung pada event. Makin besar minat masyarakat terhadap sebuah program acara, makin ramai pula traffic pesan yang masuk ke server perusahaan content provider.
Ternyata Mereka Juga Meski BRTI menyebut ada 100-an perusahaan content provider, menurut penelusuran Warta Ekonomi, selama dua tahun terakhir hanya ada 40-an yang aktif. Namun, belakangan jumlah itu terus menyusut. Jika memperhitungkan kekuatan modal dan perjanjian dengan sejumlah operator selular, perusahaan content provider mengerucut menjadi dua: Visitel dan Infokom.
Visitel (PT Indika Telemedia) adalah bagian dari Grup Indika milik Agus Lasmono, anak bungsu Sudwikatmono. Kelompok usaha yang berdiri sejak 1997 itu adalah metamorfosa dari Grup Subentra, bentukan ayah Agus. Saat ini mesin penggerak utama Grup Indika adalah multimedia dan entertainment. Agus pun memiliki 14,42% saham dan duduk di kursi komisaris PT Surya Citra Media Tbk., perusahaan penggerak stasiun TV swasta SCTV.
Menurut Ferrij Lumoring, layanan SMS Premium dari Visitel bukan prakarsa Agus Lasmono, tetapi justru keinginan teman-teman kuliahnya semasa di AS, yang kini juga memiliki  saham di Grup Indika. Agus sendiri mendapat gelar Bachelor of Arts di bidang ekonomi dari Pepperdine University, Malibu, California  dan Master of International Business dari West Coast University, Los Angeles, California. “Kalau Pak Dwi (Sudwikatmono—Red.) tak pernah ikut campur,” tutur Ferrij.
Sementara itu, di balik Infokom ada Hary Tanoesoedibjo. Adalah PT Bimantara Citra Tbk. yang memiliki seluruh saham Infokom. Perusahaan yang berdiri sejak 1998 ini masih “bersaudara” dengan tiga stasiun TV swasta: RCTI, TPI, dan Global TV. Sedikit berbeda dengan gaya bisnis Agus Lasmono  yang terkesan “terserah anak buah”, Hary Tanoe justru menggebu-gebu mengintegrasikan Infokom dengan  tiga stasiun TV miliknya. “Fokus utama Infokom adalah melayani kebutuhan grup,” ungkap Temi Efendi. Infokom punya tiga bisnis utama, yakni VSAT, value added service—SMS Premium termasuk di dalamnya—dan TI.
Meski Infokom dimiliki Bimantara, tak berarti ia langsung mendapat jatah menangani kuis atau polling di tiga stasiun TV swasta milik Hary Tanoe, yang dikelola via Media Nusantara Citra (MNC). Misalnya, untuk mendapat kontrak menangani polling Indonesian Idol yang digelar RCTI, pihak Fremantle, sebagai pemegang lisensi program acara itu, mensyaratkan alat yang dimiliki perusahaan content provider harus mampu menerima 300.000 SMS per menit. Selain itu, ada pula proses tender. Infokom, ungkap Temi, lolos setelah diuji coba ternyata perangkatnya kuat menerima derasnya SMS yang masuk.
Pembusukan Karakter Dalam dunia bisnis SMS Premium dikenal istilah pull dan push. Jika masyarakat mengirimkan SMS Premium untuk menjawab kuis atau polling mendukung penyanyi favorit, itu disebut pull. Sementara itu, jika masyarakat mengetik REG terlebih dahulu sebelum mendapat kiriman SMS Premium berlangganan (subscribe), itu disebut push.
Nah, masyarakat sering mendapat masalah ketika berlangganan kiriman SMS Premium. Pulsa ponsel terkuras hanya untuk SMS yang “tidak penting”. Misalnya, apabila seharusnya sehari hanya mendapat satu kiriman SMS Premium, ternyata ada 10 pesan yang masuk. Repotnya, oleh operator selular pulsa tetap dipotong untuk 10 pesan. “Kami tak bisa mengontrol hal itu, karena layanan ini selain melibatkan content provider juga melibatkan operator selular dan kemampuan ponsel masyarakat,” kata Temi Efendi, vice-president director PT Infokom Elektrindo.
Infokom sendiri pernah tersandung kasus SMS Premium yang dinilai mengandung unsur judi. Bahkan BRTI sempat melayangkan surat kepada stasiun TV untuk menghentikan kuis Iseng-Iseng (TPI), Klop dan Kira-Kira (Global TV), serta Goyang Pol (RCTI).
Masalah belum berhenti sampai di situ. Ketika masyarakat memutuskan berlangganan (unsubscribe) dengan mengetik UNREG, kiriman SMS Premium terus saja mengalir. Menurut Miftadi Sudjai, dosen Teknik Elektro STT Telkom Bandung, dari penelitian yang dilakukan mahasiswanya terhadap 210 pelanggan prabayar berbagai operator di Bandung, selama Desember 2005 silam ternyata separo responden masih dikirimi SMS Premium meski mereka sudah membatalkan layanan berlangganan. Oleh operator selular, pulsa konsu¬men tetap dipotong sebanyak SMS yang dikirim untuk unsubscribe.
Ulah sejumlah oknum content provider memanfaatkan momentum untuk menguras pulsa konsumen ini mendapat tanggapan sinis dari Ferrij Lumoring, managing director PT Indika Telemedia (Visitel). “Sudah terjadi pembusukan karakter terhadap layanan SMS Premium,” katanya, berang. Akibatnya, nilai dia, saat ini masyarakat mulai antipati terhadap layanan tersebut.
Menanggapi hal itu, Erik Ten Have dari Java Consultant meminta masyarakat untuk tidak menyamaratakan semua content provider karena perbuatan beberapa oknum. Menurut Erik, praktek-praktek nakal tersebut dilakukan oleh content provider yang tidak memiliki komitmen untuk membangun industri. “Sudah saatnya bisnis SMS Premium ini diluruskan kembali,” pinta Joseph Lumban Gaol, CEO PT Antar Mitra Perkasa.

http://mahmudiimam.wordpress.com/2009/02/13/bisnis-sms-premium-ketik-siapa-rajanya/

1 komentar:

  1. kalau mau bikin conten provider bagaimana caranya ya??
    terutama masalah lobi atau perijinan, atau kerjasamanya kalu bisa juga software hardware ,, yang lengkap bagi yang tau maksih

    BalasHapus